Tragedi Kanjuruhan, Anton Ch : Kepanikan Massa dan Kepanikan Petugas Penyebab Utama

Jakarta, SIBER88.CO.ID_Terjadinya tragedi sepak bola di stadion Kanjuruhan Malang,Jawa Timur dengan jumlah korban meninggal duniahampir 130 orang,Sabtu(1/10/2022) merupakan tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah sepak bola nasional.

Tragedi tersebut,menurut mantan Kadiv Humas Mabes Polri,Irjen Pol (purn) Anton Charliyan merupakan tragedi Nasional bagi bangsa indonesia, tiidak salah bila sebagai sesama anak bangsa mengibarkan bendera setengah tiang sebagai perwujudan solidaritas dan duka cita kepada masyarakat Malang Jatim.

Masih menurutnya,bila dilihat dari kronologis berbagai versi yang sebetulnya masih simpang siur ,tragedi ini hampir mirip dengan tragedi Mina di Saudi Arabia, dimana massa meninggal dunia karena hiruk pikuknya gelombang massa yang tidak terkendali karena berbagai faktor, antara lain adanya gerak arus masa yg besar ( berdesak2an ) sementara ruang tidak mampu menampung ( Sempit ), daya pandang yang terbatas ( Gelap ),udara sesak sulit untuk bernafas sehingga massa menjadi panik dan tidak terkendali, akhirnya banyak yang terjatuh, pingsan dan terinjak-injak massa itu sendiri.

“Menurut Keterangan yang kami dapat, Pintu keluar hanya ada 1 Pintu mengakibatkan arus bertumpu pada satu titik, diperparah triger utamanya adalah digunakanya gas air mata, menjadikan kepanikan makin tak terkendali, karena kondisi mata perih tidak bisa melihat dan udara sesak tidak bisa bernafas karena asap, sehingga menjadikan kepanikan dan betul-betul lost control full,”ujar Anton Charliyan yang juga mantan Kapolda Jabar tersebut(3/10/2022).

“Hal ini yang akhirnya mengakibatkan begitu banyak korban yang luka dan meninggal dunia, padahal sudah jelas aturan FIFA sebagaimana tercatat dalam Stadium Safety and Security Regulation pasal 19, penggunaan gas air mata dilarang digunakan dalam stadion sepakbola untuk mengamankan massa,”terangnya.

“Maka karena hal inilah, diduga telah terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan ( Excessive use Force ) atau bisa juga sebagai abuse of power,”sambungnya.

Dengan mimik serius dan penuh keprihatinan,Anton Charliyan mengingatkan,dari kejadian tersebut wajib hukumnya untuk dijadikan sebagai sebuah pelajaran dan evaluasi yang sangat serius, terutama dalam pola dan sistem pengamanan sepak bola serta olahraga-olahraga lainya.

“Nasi sudah menjadi bubur, kita tidak perlu saling menyalahkan, tapi kita harus tentukan siapa yang paling bertanggung jawab baik secara moral maupun secara hukum, karena telah menimbulkan kerugian moril maupun materil yang luar bisa,”ungkapnya.

Adapun yang paling bertanggung jawab dan yang harus dimintai keterangan atas tragedi ini antara lain :
1. Panitya pihak penyelenggara
2. Ketua Satgas keamanan PAM stadion.
3.Ketua Arema Malang.
4 Pengurus liga sepak bola secara berjenjang.
5. Koordinator suporter baik Arema maupun Persebaya .
Karena tidak menutup kemungkinan Adanya rasa Letspidercorp sempit, Kebanggan berlebihan dari para fans fanatik yang menjadikan salah satu pemicu awal kejadian itu.

Untuk itu sangat perlu dibentuk tim investigasi khusus guna mengusut kejadian ini dengan tuntas, sesuai intruksi yang telah diperintahkan Presiden.

Anton Charliyan yang juga merupakan pimpinan umum diberbagai media online dan cetak ketika dimintai pendapatnya oleh tim redaksi kami dilapangan tentang telah terjadinya Penganiayaan wartawan di Karawang mengatakan bahwa tugas dan pekerjaan wartawan itu dilindungi UU Pers, jangankan menganiaya,menghalang-halangi saja sudah kena pasal pidana.

Sehingga menurutnya,bila ada awak media yang disiksa dan dianiaya , hal itu jelas merupakan suatu pelanggaran berat bagi siapapun, apalagi Seorang ASN karena sudah melanggar 2 kitab UU sekaligus , yakni UU Pers dan UU Pidana Umum.

“Saya pribadi sebagi sesama awak media mengutuk dan menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut, sehingga perlu diusut tuntas pelaku dan aktor intelektual yang ada dibelakangnya. serta harus kawal Proses Penegakan hukum ini, agar Pelakunya bisa dikenakan sanksi hukum yg seberat-beratnya,”tegas Anton.

“Kejadian ini ntuk pembelajaran bagi semua agar kejadian penganiayaan terhadap awak media tidak terulang terus menerus, sehingga ada efek jera yang nyata, sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri,”pungkasnya. (Bzz)

Pos terkait