Jakarta, SIBER88.CO.ID_1 Mei 2023 Sampai saat ini Pemerintah dan DPR belum puas merongrong hak-hak dasar buruh dan serikat buruh. Setelah uang pesangon dipangkas, upah minimum sektoral dihapus, outsourcing dibebaskan, PKWT seumur hidup, PHK dipermudah, TKA dibebaskan, dan eksistensi serikat buruh dilumpuhkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang tidak konstitusional itu, yang kemudian diperbaiki melalui jalan pintas Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan kemudian disahkan dan diberlakukan melalui UU Nomor 6 Tahun 2023, Pemerintah dan DPR masih melanjutkan nafsunya merongrong dan mendegradasi hak-hak dasar buruh berupa Jaminan Hari Tua (JHT) dan Program Pensiun dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang dibuat dengan metode omnibus law.
Bahkan Pemerintah tanpa hati nurani mengurangi upah buruh yang bekerja pada industri padat karya tertentu sebesar 25% dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2023. Dan melalui Permenaker Nomor 14 Tahun 2022 Pemerintah mempersulit aktivis buruh menjadi calon Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial.
Tidak cukup disitu. Ternyata DPR dan Pemerintah masih akan melanjutkan kebijakan publiknya yang buruk untuk mendegradasi manfaat jaminan sosial buruh yang telah baik dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dua Undang-undang itu akan direvisi dalam RUU Kesehatan dengan metode omnisbus law. Namun pada lain sisi DPR dan Pemerintah mengobral narasi palsu untuk memberi cuti melahirkan selama 6 bulan yang tertuang dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, namun Konvensi ILO No. 183 tentang Perlindungan Maternitas (perempuan sebelum hamil, melahirkan, sampai merawat bayi) tidak kunjung diratifikasi (disahkan menjadi undang-undang nasional);
Pemerintah dan DPR berkata, semua pemangkasan regulasi itu bertujuan untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan rakyat. Buruh dan serikat buruh menjawab, itu narasi palsu, itu bohong.
Bagaimana logika sehatnya jika uang pesangon dipangkas, upah minimum sektoral dihapus, outsourcing dibebaskan, PKWT seumur hidup, PHK dipermudah, TKA dibebaskan, dan eksistensi serikat buruh dilumpuhkan disebut meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan buruh dan keluarganya? Bukankah ini mendegradasi? Bukankah ini mengurangi? Mengapa Pemerintah dan DPR membebani buruh untuk mengundang investor? Padahal serikat buruh telah menawarkan jalan keluar dengan cara Pemerintah dengan dukungan DPR memberantas korupsi yang merajalela dan menciptakan birokratisasi yang cepat, murah, dan ramah. Namun Pemerintah tidak berdaya untuk melakukan 2 usulan serikat buruh itu. Pemerintah dan DPR lebih mengambil jalan mudah dengan mendegradasi hak-hak buruh.
Buruh dan serikat buruh telah bersikap untuk menolak semua regulasi itu dengan jalan konstitusional. Buruh dan serikat buruh telah melakukan demontrasi di semua wilayah Indonesia, telah melakukan negosiasi, telah melakukan loby, dan telah membawa regulasi itu kepada Mahkamah Konstitusi untuk diadili, namun sampai hari ini belum berhasil.
Pastilah kita semua-buruh, serikat buruh, Pemerintah, dan DPR- mengingat peristiwa 1 Mei 1886 dimana 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari dari 19 sampai 20 jam seharinya. Dan pada tanggal 4 Mei 1886 para demonstran melakukan pawai besar-besaran,
Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir [Wikipedia].
Merekapun berhasil dan seluruh buruh di dunia menikmati jam kerja 7 sampai 8 jam kerja sehari. Tentu, buruh dan serikat buruh tidak menghendaki seperti kejadian Amerika Serikat itu.
Untuk itu, pada hari peringatan May Day 2023 ini, pada tanggal 1 Mei 2023 ini, KSBSI mengajak seluruh elemen buruh dan serikat buruh untuk Bersatu menuntut perlakuan yang lebih adil dari Pemerintah Indonesia dan DPR RI untuk:
1. Mencabut Klaster Ketenagakerjaan dari UU Nomor 6 Tahun 2023 (Omnibus law);
2. Mencabut aturan Jaminan Hari Tua dan Program Pensiun dari UU Nomor 4 Tahun 2023 (Omnibus Law);
3. Mengeluarkan UU SJSN dan UU BPJS dari RUU Kesehatan (Omnibus Law);
4. Membatalkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak;
5. Ratifikasi Konvensi ILO 183 tentang Perlindungan Maternitas;
6. Cabut Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang pengurangan upah buruh 25%; dan
7. Cabut Permenaker Nomor 14 Tahun 2022 yang mempersulit persyaratan calon Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial.
(Habib)