Era Baru Pendidikan Indonesia: Pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (AI) Siap Masuk Sekolah

Foto/gambar dibuat dengan Artificial Intelligence (AI).

Jakarata, SIBER88.CO.ID_Sebuah langkah besar dalam dunia pendidikan Indonesia tengah dipersiapkan. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) merancang kebijakan untuk mengintegrasikan pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (AI) ke dalam kurikulum, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Kejuruan (SMK).

Kebijakan yang tertuang dalam “Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial” ini merupakan jawaban atas kebutuhan mendesak untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, di mana teknologi digital mendominasi setiap lini kehidupan. Tujuannya jelas: agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta inovasi yang mampu bersaing di panggung global.

Bukan Wajib, Tapi Pilihan Strategis

Berdasarkan rekomendasi utama dalam naskah tersebut, Koding dan KA akan ditetapkan sebagai mata pelajaran pilihan. Kebijakan ini akan diterapkan secara bertahap dan fleksibel, disesuaikan dengan kesiapan masing-masing sekolah.

  • Jenjang Awal: Siswa kelas 5 dan 6 SD, seluruh jenjang SMP, serta kelas 10 SMA/SMK akan mendapat alokasi waktu 2 jam pelajaran per minggu.
  • Jenjang Lanjut: Untuk kelas 11 dan 12, alokasi waktu bisa ditingkatkan hingga 5 jam pelajaran untuk SMA dan 4 jam pelajaran untuk SMK.
  • Fleksibilitas: Selain menjadi mata pelajaran pilihan, sekolah juga diberi keleluasaan untuk mengembangkannya dalam bentuk ekstrakurikuler atau mengintegrasikannya ke mata pelajaran lain yang relevan.

Apa Itu “Berpikir Komputasional”? Inilah yang Akan Dipelajari Siswa

Tujuan utama pembelajaran ini bukanlah mencetak semua siswa menjadi

programmer, melainkan menanamkan Berpikir Komputasional (Computational Thinking). Ini adalah sebuah cara berpikir untuk memecahkan masalah rumit secara sistematis, sebuah keterampilan yang berguna di semua bidang. Secara sederhana, siswa akan belajar empat pilar utama berpikir komputasional:

  1. Dekomposisi: Kemampuan memecah masalah besar dan kompleks menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dikelola. Mirip seperti menyusun puzzle dengan mengerjakan bagian pinggirnya terlebih dahulu.
  2. Pengenalan Pola: Mencari kesamaan atau tren dalam data untuk membuat prediksi atau solusi yang efisien.
  3. Abstraksi: Fokus pada informasi yang penting dan mengabaikan detail yang tidak relevan. Seperti membuat ringkasan dari sebuah cerita panjang.
  4. Algoritma: Mengembangkan solusi langkah-demi-langkah atau aturan yang jelas untuk menyelesaikan masalah. Mirip seperti mengikuti resep saat memasak.

Dari Kartu Permainan Hingga Robotika: Metode Belajar yang Menyenangkan

Untuk membuat pembelajaran ini menarik dan dapat dijangkau semua sekolah, akan digunakan berbagai metode:

  • Unplugged Learning (Tanpa Komputer): Khususnya untuk jenjang SD dan sekolah dengan keterbatasan infrastruktur, konsep koding akan diajarkan melalui aktivitas fisik seperti permainan papan, kartu instruksi, atau balok susun.
  • Plugged Learning (Dengan Komputer): Siswa akan menggunakan platform pemrograman visual yang ramah anak seperti Scratch, hingga bahasa pemrograman berbasis teks seperti Python di jenjang yang lebih tinggi.
  • Berbasis Proyek: Siswa akan didorong untuk menciptakan solusi nyata, seperti membuat aplikasi kalkulator sederhana, kampanye digital tentang etika AI, hingga merancang web sekolah atau robot sederhana.

Mengapa Ini Penting untuk Masa Depan Indonesia?

Langkah ini dianggap krusial karena beberapa alasan. Studi memproyeksikan Indonesia akan menghadapi kekurangan sekitar sembilan juta pekerja digital pada tahun 2030. Di sisi lain, pemanfaatan AI diproyeksikan dapat menyumbang hingga USD 366 miliar terhadap PDB Indonesia pada dekade mendatang.

Dengan membekali siswa keterampilan ini sejak dini, Indonesia berpeluang besar untuk mengisi kesenjangan talenta tersebut dan meraih potensi ekonomi digitalnya. Saat ini, komunitas pengembang di Indonesia adalah yang terbesar ketiga di Asia Pasifik, sebuah modal besar yang perlu didukung oleh sistem pendidikan formal.

Menjawab Tantangan: Kesiapan Guru dan Infrastruktur

Pemerintah menyadari bahwa kebijakan ini memiliki tantangan besar, terutama terkait kesenjangan infrastruktur digital antarwilayah dan kesiapan guru. Saat ini, hanya 22% SD yang memiliki lebih dari 15 unit komputer, dan kompetensi digital guru masih menjadi pekerjaan rumah.

Untuk itu, strategi implementasi dirancang dengan hati-hati:

  • Implementasi Bertahap: Kebijakan akan dimulai dari sekolah-sekolah yang paling siap dari segi infrastruktur dan tenaga pengajar.
  • Pelatihan Guru Masif: Akan diselenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) dan pelatihan guru intensif dengan model berkelanjutan (IN-ON-IN), yang memadukan teori di kelas, praktik di sekolah, dan refleksi bersama komunitas.
  • Kemitraan Multi-Pihak: Pemerintah akan menggandeng dunia industri, perguruan tinggi, dan komunitas teknologi untuk mendukung pengembangan kurikulum, pelatihan guru, dan penyediaan sumber belajar.

Pada akhirnya, kebijakan ini bukan hanya soal teknologi. Ini adalah upaya untuk membangun generasi yang mampu berpikir logis, kreatif, kolaboratif, serta memiliki kesadaran etis yang kuat dalam menggunakan teknologi untuk kemajuan bangsa.

Sumber: Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial Pada Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, Februari 2025.